Antara Guru Sultan Al Fatih yang berpengaruh pada dirinya adalah Syekh Aq Syamsuddin. Banyak ulama yang mengatakan dan memberi gelar kepada Guru ini dengan sebutan الفاتح المعنوي penakluk yang tidak terlihat. Karena beliaulah yang memengaruhi Sultan sejak kecil agar menaklukkan Konstantinopel.
Bukti bahwa Guru beliau adalah seorang ulama Tasawuf disampaikan oleh Syekh Asy-Syaukani:
ﺛﻢ ﺑﻌﺪ ﻳﻮﻡ ﺟﺎء اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﺇﻟﻰ ﺧﻴﻤﺔ ﺻﺎﺣﺐ اﻟﺘﺮﺟﻤﺔ ﻭﻫﻮ ﻣﻀﻄﺠﻊ ﻓﻠﻢ ﻳﻘﻢ ﻟﻪ ﻓﻘﺒﻞ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻳﺪﻩ ﻭﻗﺎﻝ ﻟﻪ ﺟﺌﺘﻚ ﻟﺤﺎﺟﺔ ﻗﺎﻝ ﻭﻣﺎ ﻫﻲ ﻗﺎﻝ ﺃﻥ ﺃﺩﺧﻞ اﻟﺨﻠﻮﺓ ﻋﻨﺪﻙ ﻓﺄﺑﻰ ﻓﺄﺑﺮﻡ ﻋﻠﻴﻪ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻣﺮاﺭا ﻭﻫﻮ ﻳﻘﻮﻝ ﻻ ﻓﻐﻀﺐ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻓﻘﺎﻝ اﻟﺸﻴﺦ ﺇﻧﻚ ﺇﺫا ﺩﺧﻠﺖ اﻟﺨﻠﻮﺓ ﺗﺠﺪ ﻟﺬﺓ ﺗﺴﻘﻂ ﻋﻨﺪﻫﺎ اﻟﺴﻠﻄﻨﺔ ﻣﻦ ﻋﻴﻨﻴﻚ ﻓﺘﺨﺘﻞ ﺃﻣﻮﺭﻫﺎ ﻓﻴﻤﻘﺖ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﺫﻟﻚ
Sehari setelah perang Sultan Al Fatih datang ke tenda gurunya. Beliau dalam keadaan berbaring dan tidak berdiri. Sultan al-Fatih mencium tangannya dan berkata: “Saya perlu sesuatu kepadamu”. Syekh Syamsuddin: “Apa itu?” Sultan: “Saya ingin khalwat bersama Anda”. Gurunya menolak, namun Sultan terus mengulang keinginan khalwatnya. Guru mengatakan: “Jangan!”, Sultan pun marah. Sang Guru memberi nasehat: “Jika kamu masuk dunia khalwat engkau akan menemukan kenikmatan yang dapat mengalahkan kekuasaan, maka urusan rakyat akan terbengkalai dan Allah murka kepada kita”. (Al-Badr At-Thali’, 2/167)
Ini menjadi semakin jelas, sebab khakwat hanya dikenal di ilmu Tasawuf. Yaitu menjauh dari hiruk pikuk kehidupan manusia dengan memperbanyak zikir untuk mendekatkan diri kepada Allah. Imam Al-Ghazali di dalam kitab Ihya’ menguraikan plus minus dari metode khalwat ini. Namun bagi seorang Sultan lebih utama untuk tetap mengurusi rakyat dan negara seperti yang diarahkan oleh Syekh Syamsuddin, Guru spritual Sultan al-Fatih.
Kredit : Ma’ruf Khozin