Kenapa hadits yang diriwayatkan ahlu al-Bait (keturunan Rasulullah ﷺ) sedikit dalam kutub as-sittah dan juga pada kitab-kitab hadist lainnya?
Syekh Yusri hafizhahullah menjawab:
“Banyak yang tidak tau bahwa pada tiga abad pertama, masa dimana para ulama mengumpulakan hadits-hadits pada karangan mereka yang diantaranya adalah kutub sittah (Kitab Sahih Bukhari, sahih Muslim, sunan An Nasa’I, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan At Turmudzi) , yaitu pada masa kekuasaan bani Umayyah kemudian awal bani Abbasi. Pada masa itu para ahlu al-bait diburu oleh para penguasa, dan kemudian dibunuh saat mereka ditemukan. Hal ini dikarenakan atas kekhawatiran para penguasa akan persatuan umat Islam berkumpul mendukung ahlu al bait sehingga bisa menyayingi mereka dalam hal kekuasaan.
Lihat saja bagaimana Sayyiduna al-Husain RA dibunuh.. padahal beliau sudah berkata: “Biarkan aku, menyembah Allah di mana pun saya berada , dan saya berjanji tidak akan mencampuri urusan khilafah “. Akan tetapi mereka tidak memberikan tawaran tersebut, dan mereka bani umayyah hanya memberikan dua pilihan, yaitu membaiat Yazid bin Muawiyyah yang artinya mengakui kekhilafahannya atau dibunuh... dan akhirnya beliaupun dibunuh.
Para ahlul baitpun tak luput dari laknat dan caci maki mereka. Bahkan mereka memberikan ultimatum kepada para khatib untuk melaknat ahlul bait setelah ceramah mereka, dimanapun ada kesempatan ketika ummat islam sedang berkumpul untuk mejalankan syi’ar-syiar agamanya, Tidak hanya bershenti disitu, merekapun telah merubah tatanan urutan solat Ied dan khutbahnya.
Mereka menjadikan khutbah solat idul fitri di awal sebelum menjalankan ibada solatnya, agar umat islam mendengarkan para ahlu bait Nabi mereka dilaknat dan dicaci oleh kaum penguasa. Karena jikalau khutbahnya diakhirkan, maka umat islam akan bubar tidak mau mendengarkan khutbahnya. Pemburuan ahlu al-bait, terutama para ulama berlangsung sampai sekitar 750 tahun.
Mereka para ahlul bait bahkan dilarang untuk ikut shalat jum
at, supaya tidak ada umat ilsam yang mengikuti mereka. Mereka terkurung dalam rumah supaya tidak ada yang mengenal mereka. Bahkan orang yang mengenal salah satu dari mereka pun ikut diburu, ditangkap, dipenjara, diadzab & dibunuh.
Jadi, para ulama yang mengumpulkan hadits tersebut, demi memperoleh kebebasan bergerak dari satu tempat ke tempat lain & tidak diganggu para penguasa; maka mereka menghindari periwayatan hadits dari ahli al-bait, agar tidak dilarang & diletakkan dalam penjara. Maka dari itu, kita tidak menemukan banyak hadits yang diriwayatkan mereka, bukan karena mereka tidak ada, akan tetapi demi tetap bisa menjaga dan mengumpulkan hadist-hadist Nabi Muhammad SAW.
Pada masa pemerintahan Turki, ahlu al-Bait kembali muncul dari Maroko, Mesir dan juga negeri-negeri lain. Mereka baru bisa menghirup udara segar, bisa hidup dengan tenang dan menetap, serta menyebarkan ilmu-ilmu yang mereka wariskan dari kakek moyangnya hingga ke baginda Nabi Muhammad SAW.
Maka dari itu, kita menemukan dalam 700 tahun ini para periwayat hadits adalah asyraaf (para keturunan Nabi ﷺ) dari asyraaf, dimana sebelumnya bukan ahli al-bait atau tidak bernisbah pada ahli al-bait.
Pada masa khilafah utsmaniyyah, para penguasa membiarkan ahli al-bait hidup dalam kebebasan.
Jadi, al-Imam al-Bukhari dan juga yang lainya, tidak dicela karena hal tersebut.
Sebagaimana dikisahkan tentang Imam an-Nasaai bagaimana ia meninggal.
Ketika beliau pergi ke Syam; beliau menemui warga yang fanatik terhadap Muawiyah dan membenci Baginda Ali RA. Mereka mengatakan: "Riwayatkanlah pada kami hadits-hadits dari Nabi Muhammad SAW ".
Beliau pun mengadakan majlis-majlis hadits di Syam, membacakan pada mereka keutamaan-keutamaan Sayyidina Ali dalam buku yang berjudul "Khashaaish Ali".. Ketika selesai dari majlisnya , mereka berkata kepada Imam An Nasa’i : "Riwayatkan pada kami hadits-hadits tentang keutamaan Mu
awiyah”.
Kemudia Imam an-Nasaai berkata: ” Tidak ada yang ku dapati kecuali hadits: “Allah tidak Mengenyangkan perutnya ( ( ما أشبع الله بطنه”.. hadirin pun mulai memukuli beliau, padal beliau sudah lanjut usia, di atas 80 tahun.
Pada saat itu, ada qafilah yang berangkat haji.. al-Imam an-Nasaai pun ikut pergi dalam keadaan sakit. Sesampai di Mekah, beliau meninggal & dikuburkan antara bukit Safa & Marwah.
Begitulah kisahnya, bayangkanlah seorang imam yang hanya bicara tentang keutamaan salah satu ahli al-bait, lalu bagaimanakah sesuatu yang menimpa beliau., balasannya adalah maut.
Jadi, setiap masa ada keadaan atau kondisi tertentu, yang menjadikan perbedaan peristiwa yang terjadi. Sebelum kita menghukumi seseorang, maka kita perlu melihat dulu keadaan di masa orang itu berada. Wallahu A’lam