Sunah Meletakan Dahan Pohon Atau Bunga Di Atas Kuburan .


Syekh Yusri hafidzahullah Ta’ala menjelaskan dalam pengajian kitab Bukharinya, bahwa amaliah pemahaman umat adalah lebih kuat dari pada pemahaman minoritas dari sebagian ulama.

Imam Bukhari meriwayatkan, bahwa suatu ketika baginda nabi SAW melewati tembok kota Madinah, lalu baginda mendengarkan suara dua orang laki-laki yang sedang disiksa di dalam kuburnya, kemudian baginda berkata kepada para sahabatnya:

“يُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِى كَبِيرَةٍ وَإِنَّهُ لَكَبِيرٌ كَانَ أَحَدُهُمَا لاَ يَسْتَتِرُ مِنَ الْبَوْلِ وَكَانَ الآخَرُ يَمْشِى بِالنَّمِيمَةِ “

yang artinya: ” mereka berdua sedang disiksa, dan tidaklah keduanya disiksa oleh sebab sesuatu yang besar, dan sesungguhnya hal itu adalah besar. Salah satu diantara mereka tidak menutupi dari kencingnya, dan yang lain adalah suka mengadu domba “. (HR. Bukhari).

Lalu baginda meminta untuk diambilkan dahan pohon, lalu membelahnya menjadi dua, dan diletakan pada kedua kuburan tersebut, lalu baginda berkata:

” لَعَلَّهُ يُخَفَّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا “

yang artinya: ” semoga saja dahan pohon itu mampu meringankan dari (siksa) mereka berdua selagi belum kering “. (HR. Bukhari).

Sedikit dari ulama mengatakan, bahwa dahan pohon yang mampu meringankan siksa dalam kubur ini adalah merupakan khususiyah baginda nabi SAW, dan tidak berlaku bagi umatnya yang lain. Pendapat ini juga yang telah diambil oleh madzhab wahabiyah, yang mana pendapat ini adalah bertentangan dengan pendapat jumhur ulama, yang mengatakan bahwa hal ini adalah merupakan sunah baginda nabi SAW yang diajarkan kepada umatnya.

Dan pemahaman jumhurlah yang dipakai dan diamalkan oleh umat pada sepanjang masa, dimana kebiasaan mereka adalah menancapkan dahan pohon atau bunga di atas kuburan, setelah mereka menguburkan jenazah, dengan harapan agar Allah menjaga sang mayit dari siksa kuburnya. ” Pemahaman yang seperti ini lebih kuat dari pada pendapat minoritas ulama, karena inilah yang sesuai dengan pemahaman dan pengamalan umat, sebagaimana hal ini yang lebih cocok dengan rahmat Allah yang sangat luas “, pungkas syekh Yusri. wallahu a’lam.

Kredit : Ahbab Maulana Syeikh Yusri Rusydi Al Hasany