Benarkah Imam Asy Syafie membenci ilmu Kalam ?

Diceritakan daripada ar Rabi’ bin Sulaiman, Imam Asy Syafie berkata “Seseorang yang berjumpa Allah (mati) sambil membawa semua dosa selain syirik, lebih baik daripada orang yang tertimpa ilmu kalam”

(Manaqib Asy Syafie 1/453)

Penjelasan :

Menurut al Baihaqi, celaan Imam Asy Syafie kepada ilmu kalam dan ahlinya ditujukan KHUSUS KHAS kepada orang-orang tertentu iaitu Hafs al Fard, Ibrahim bin ‘Ulayyah dan tokoh-tokoh bid’ah yang lainnya. Adapun ilmu kalam yang menjadi pegangan Ahli Sunnah Wal Jama’ah dan tokoh-tokohnya, maka pegangan mereka itu terkeluar daripada celaan tersebut.

Berkata Imam al Baihaqi

” Beliau maksudkan kalam ahli bid’ah yang meninggalkan alKitab dan As Sunnah dan menjadikan akal sebagai pegangan lalu meluruskan al Quran sesuai dengan kehendak akal mereka. Apabila disampaikan sunnah yang bertentangan dengan pendapat mereka, mereka berpaling daripadanya menuduh para perawinya. Adapun ahli sunnah, maka mazhab mereka terbangun di atas al Kitab dan As Sunnah. Mereka berpegang dengan akal sekadar menolak anggapan bahawa mazhab mereka tidak rasional”

(Manaqib As Syafie 1/463)

Ilmu kalam menurut Imam Asy Syafie, Imam Abu Hanifah, Imam Malik serta salafussoleh yang lain

Imam Asy Syafie menguasai Ilmu Kalam ?

Al-Imam al-Hafizh al-Baihaqi berkata dalam kitabnya Manaqib al-Syafi’i.

وقرأت في كتاب أبي نعيم الأصبهاني حكاية عن الصاحب بن عباد أنه ذكر في كتابه بإسناده عن إسحاق أنه قال: قال لي أبي: كلَّم الشافعي يوماً بعض الفقهاء فدقق عليه وحقق، وطالب وضيق، فقلت له: يا أبا عبد الله: هذا لأهل الكلام لا لأهل الحلال والحرام، فقال: أحكمنا ذاك قبل هذا” اهـ.

Aku membaca sebuah hikayat dalam kitabnya Abu Nu’aim dari al-Shahib bin ‘Abbad, bahwa ia menyebutkan dalam kitabnya dengan sanadnya, dari Ishaq, bahwa ia berkata: “Ayahku berkata kepadaku: “Suatu hari Imam al-Syafi’i berbicara kepada sebagian ulama fuqaha, lalu beliau berbicara dengan cara yang rinci, mendalam, menuntut dan mempersempit bahasan. Lalu aku berkata: “Wahai Abu Abdillah: “Cara Anda menjelaskan ini metodologi ahli kalam, bukan ahli halal dan haram (fuqaha)”. Lalu beliau berkata: “Aku menguasai itu (ilmu kalam), sebelum menguasai ini (ilmu fiqih).”

(Al-Baihaqi, Manaqib al-Syafi’i, juz 1 hlm 457).

Riwayat al-Imam al-Baihaqi dalam Manaqib al-Syafi’i sebagai berikut:

وقال الربيع بن سليمان: “حضرت الشافعي وحدَّثني أبو شعيب إلا أني أعلم أنه حضر عبد الله بن عبد الحكم ويوسف بن عمرو بن يزيد وحفص الفرد وكان الشافعي يسميه المنفرد، فسأل حفص عبد الله بن عبد الحكم فقال: ما تقول في القرءان، فأبى أن يجيبه فسأل يوسف بن عمرو،فلم يجبه وكلاهما أشار إلى الشافعي، فسأل الشافعي فاحتجَّ عليه الشافعي، فطالت فيه المناظرة فقام الشافعي بالحجة عليه بأن القرءان كلام الله غير مخلوق، وكفَّر حفصاً الفرد، قال الربيع: فلقيت حفصاً الفرد في المسجد بعدُ فقال: أراد الشافعي قتلي ” اهـ.

Al-Rabi’ bin Sulaiman berkata: “Aku menghadiri Imam al-Syafi’i, dan Abu Syu’aib bercerita kepadaku, hanya saja aku mengetahui bahwasanya telah hadir Abdullah bin Abdul Hakam, Yusuf bin Amr bin Yazid dan Hafsh al-Fard. Al-Syafi’i menamakannya al-Munfarid (yang suka nyeleneh). Lalu Hafsh bertanya kepada Abdullah bin Abdul Hakam: “Bagaimana pendapatmu tentang al-Qur’an?” Abdullah tidak mau menjawabnya. Lalu Hafsh bertanya kepada Yusuf bin Amr. Yusuf juga tidak menjawabnya. Lalu keduanya mengisyaratkan kepada al-Syafi’i. Lalu Hafsh bertanya kepada al-Syafi’i, lalu al-Syafi’i mematahkan hujjahnya Hafsh. Lalu perdebatan menjadi panjang. Akhirnya al-Syafi’i memenangkan hujjah kepada Hafsh bahwa al-Qur’an itu firman Allah dan bukan makhluq, dan ia mengkafirkan Hafsh.” Al-Rabi’ berkata: “Lalu aku bertemu Hafsh sesudah itu di Masjid. Ia berkata: “Al-Syafi’i hendak membunuhku.”

(Al-Baihaqi, Manaqib al-Syafi’i, juz 1 hlm 455).

Riwayat di atas yang menceritakan perdebatan Imam al-Syafi’i dan akhirnya mengalahkan Hafsh al-Fard menjadi bukti bahwa beliau menguasai ilmu kalam. Perdebatan dengan ahli kalam hanya bisa dilakukan dengan teori ilmu kalam yang sama. Hal ini sebagai bukti bahwa Imam al-Syafi’i menguasai ilmu kalam. Sedangkan ilmu kalam yang beliau cela adalah ilmu kalam versi Hafsh al-Fard, Mu’tazilah dan ahli bid’ah.

Imam Malik memuji ulamak yang ahli dalam ilmu kalam

Al-Imam al-Baihaqi meriwayatkan:

قَالَ ابْنُ وَهْبٍ حَدَّثَنَا مَالِكٌ أَنَّهُ دَخَلَ يَوْمًا عَلىَ عَبْدِ اللهِ بْنِ يَزِيْدَ بْنِ هُرْمُزٍ فَذَكَرَ قِصَّةً ـ ثُمَّ قَالَ : وَ كَانَ ـ يَعْنِي ابْنَ هُرْمُزٍ ـ بَصِيْرَا بِالْكَلاَمِ وَ كَانَ يَرُدُّ عَلىَ أَهْلِ اْلأَهْوَاءِ وَ كَانَ مِنْ أَعْلَمِ النَّاسِ بِمَا اخْتَلَفُوْا فِيْهِ مِنْ هَذَا اْلأَهْوَاءِ

Ibnu Wahab berkata: “Malik bercerita kepada kami, bahwa pada suatu hari ia mendatangi Abdullah bin Yazid bin Hurmuz, lalu ia menyebutkan suatu kisah, kemudian Malik berkata: “Ibnu Hurmuz seorang ulama yang ahli dalam ilmu kalam. Ia membantah kelompok ahli bid’ah. Ia termasuk ulama yang paling menguasai masalah-masalah yang diperselisihkan oleh mereka terkait ajaran-ajaran bid’ah tersebut.”

(Al-Baihaqi, Syu’ab al-Iman, juz 1 hlm 96).

Dalam pernyataan di atas jelas sekali, Imam Malik radhiyallahu ‘anhu memuji gurunya, Abdullah bin Yazid bin Hurmuz karena keahliannya dalam bidang ilmu kalam dan perjuangannya dalam membantah ajaran-ajaran ahli bid’ah. Hal ini menunjukkan bahwa ilmu kalam itu ada yang tercela dan ada yang terpuji. Ilmu kalam yang dicela oleh ulama salaf adalah ilmu kalam yang ditekuni oleh kaum ahli bid’ah untuk membela ajaran bid’ah mereka, seperti kaum Mu’tazilah, Qadariyah, Syiah dan semacamnya. Ilmu kalam yang terpuji adalah ilmu kalam yang ditekuni oleh ulama Ahlussunnah Wal-Jama’ah untuk membela ajaran al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’.

Imam Abu Hanifah pakar ilmu kalam :

Al-Salmasi juga memuji al-Imam Abu Hanifah sebagai pakar ilmu kalam. Ia berkata:

فصل: في ذكر أبي حنيفة رضي الله عنه أما أبو حنيفة فله في الدين المراتب الشريفة والمناصب المنيفة، … سيد الفقهاء في عصره، وراس العلماء في مصره، … سبق الكافة منهم إلى تقرير القياس والكلام

Bagian tentang Abu Hanifah radhiyallahu ‘anhu. Adapun Abu Hanifah, maka ia memiliki martabat yang mulia dan pangkat yang luhur dalam agama. Penghulu para fuqaha pada masanya, pemimpin para ulama di kotanya. Ia mendahului mereka semua dalam menetapkan Qiyas dan ilmu Kalam.

(Al-Salmasi, Manazil al-Aimmah al-Arba’ah, hlm 161).