Masih tentang kisah terkait syekh Ibrahim al-Kurani, yang disampaikan oleh muridnya syekh al-Ayyasy. Kisah ini dialami oleh syaikh Ibrahim al-Kurani, syaikh Mihanna dan beberapa orang rekannya yang ikut hadir, saat berkunjung dan duduk bersama syekh al-Mashum dan jemaahnya dari tarekat Naqsyabandiyyah di kota Madinah.

Menurut syekh al-`Ayyasy, di antara keistimewaan para sufi tarekat Naqsyabanddiyah itu, mampu menerawang dan mencuri (Tasharruf) isi hati orang yang diinginkan. Hal ini sempat membuat syaikh Ibrahim al-Kurani gentar untuk berkunjung ke tempat mereka.

Tapi karena gurunya al-Qusyasyi menyuruh, akhirnya beliau berani untuk berkunjung bersama rekan-rekannya. Sambil bergurau, sang guru berpesan:

اذهبوا على بركات الله ، وتحفظوا على نعالكم ، لئلا تسرق لكم ، ولكن ما ثم إلا الخير

“Pergilah atas keberkahan Allah. Jaga sandal agar tidak bisa dicuri. Tapi kalian akan baik-baik saja”.

Awalnya beliau tidak paham, tapi setelah dicermati barulah isinya bisa dipahami. Yaitu, nanti kunci hati kalian, agar rahasia dan isi hati kalian tidak bisa diterawang atau dicuri oleh mereka saat ber-Tawajjuh. Tidak usah cemas, saya akan membantu (madad) kalian dari sini. Dan ending-nya, mereka gagal mencuri dan menerawang hati kalian.

Singkat cerita, saat syaikh al-Kurani sudah berada di tengah jemaah Naqsyabandiyyah yang sedang ber-Tawajjuh, beliau merasakan suasananya begitu menggetarkan dan ‘menakutkan’. Rekannya bernama syaikh Mihanna yang duduk di sampingnya, beliau lihat sedang menundukkan kepala dan mendengkur. Setelah satu jam lamanya beliau seperti itu, akhir syekh Mihanna mengangkat kepala, dan suara batinnya terdengar oleh syaikh al-Kurani berkata:

تحسبون ليس أحدًا يقدر عليكم

“Kalian (jemaah Naqsyabandiyyah) kira tidak ada orang yang bisa melawan kalian!?”.

Dan ucapan batin syekh Mihanna seperti ini, membuat syekh al-Kurani cemas kalau sampai terdengar oleh jemaah Naqyabandiyyah yang ada saat itu. Lalu, syekh al-Kurani memberani diri untuk melihat ke arah syekh al-Mashum yang notabene tokoh atau pemimpin jemaah. Ternyata, syekh al-Mashum beliau lihat saat itu bercucuran keringat. Dan sampai acara Tawajjuh selesai, syekh al-Ma`shum hanya diam membisu.

Menurut penilaian Syekh al-Kurani, saat syekh al-Mashum mencoba menerawang isi hati syekh Mihanna, ternyata itu tidak bisa dilakukannya, karena syekh Mihanna mengunci hatinya, dengan bantuan (Madad) dari syekh al-Qusyasyi. Karena gagal, akhirnya upaya syekh al-Mashum itu berbalik menjadi senjata makan tuan. Akibatnya, syekh al-Ma`shum bercucuran keringat menahannya.

Menurut syekh al-Kurani lagi, sudah menjadi semacam kebiasaan, jika seorang Sufi tarikat Naqsyabandiyyah gagal ‘menembus’ hati orang yang diinginkan, maka akibatnya Sufi itu bisa pingsan bahkan tewas. Analoginya menurut syekh al-Kurani, sama seperti elang menerkam mangsa yang diincarnya. Jika salah langkah, maka justru nyawa elang itu yang akan jadi taruhan.

Lalu kenapa syekh Mihanna yang bisa menangkal upaya ‘pencurian’ itu? Kata syekh al-Kurani, itu karena memang syekh Mihanna itu adalah murid syekh al-Qusyasyi yang paling kuat batin dan kesiapannya, sehingga dialah yang bisa menggagalkan upaya penerawangan tersebut.

NB:
Kisah yang menarik dan seru. Saya menyakini ini fakta, dan mungkin sampai hari ini masih terjadi. Adapun saya pribadi, belum pernah mengalami, sehingga penasaran dan tertarik dengan ‘benteng pertahanan’ syekh Mihanna.😊